Pertemuan Kaum Muda Nahdlatul Ulama (KMNU) tempo hari memberikan banyak sekali pencerahan bagi saya. Ketika kita melihat sesuatu ataupun masalah, tidak terlepas dari asal terbentuknya, sejarah yang melahirkannya dan hal yang tetap melekat. Begitulah sedikitnya satu bagian dari beberapa materi yang didiskusikan khususnya mengenai islam di Indonesia dengan tradisi dan khas ke-Indonesiaan-nya yang disampaikan oleh Agus Sunyoto.
Jauh sebelum Hindu dan Budha datang bahkan Islam, nusantara sudah menganut agama/kepercayaan yang dinamakan Kapitayan (oleh pemerintah hindia belanda didefinisikan sebagai animisme-dinamisme). Mereka menyembah Toyo yang berarti tidak ada atau tidak terdefinisikan yang disembah melalui benda-benda kramat dan bertuah seperti pohon-pohon besar, batu, sungai dan lain sebagainya. Tu, terdapat dua sisi yang membedakan, hantu merefleksikan kejahatan dan tuhan merefleksikan kebaikan. Sehingga agama-agama yang diterima oleh masyarakat merupakan akulturasi antara kepercayaan-kepercayaan tersebut dengan agama yang bersangkutan.
Beratus-ratus tahun Islam berdakwah melalui para pedagang namun ditolak mentah-mentah oleh penduduk, karena merupakan sesuatu yang asing, tidak dapat dipercaya dan dianggap mengganggu kepercayaan yang sudah mengakar. Sampai akhirnya datang para da'i yang kita kenal dalam fase wali songo yang mensyiarkan Islam dengan cara mengikuti budaya yang sudah ada sampai akhirnya diterima di masyarakat.
Dahulu, tempat peribadatan dengan atap kerucut yang dinamakan 'Sanggar', setelah Islam datang kemudian diganti menjadi 'langgar' beserta Beduk yang menyertainya sampai tradisi peribadatan seperti wajib buka alas kaki ketika memasuki sanggar dan lain sebagainya. penggunaan wayang sebagai alat dakwah, tradisi-tradisi peribadatan konservatif yang diidentikkan sebagai bid'ah oleh kaum wahabi tidak lepas dari sejarah dan akulturasinya.
Sampai saat ini, tradisi ke-Islaman di Indonesia merupakan ciri khas Islam Indonesia yang kemudian menjadi alasan terbentuknya organisasi massa (Ormas) Islam Nahdlatul Ulama terbentuk sebagai counter atas berdirinya Muhammadiyah yang menganggap banyak tradisi ke-Islaman yang selama ini dijalani mengandung thagut, bid'ah dan churafat (TBC).