Wacana yang hampir tidak pernah dilontarkan apakah perlu dibuktikan? saya rasa hal tersebut tidak perlu. Ternyata dalam banyak hal, justru menjadi clear enough dan tidak perlu dipertanyakan lagi. Yup, setiap yang lazim dilalui setiap orang, kemapanan dan pekerjaan, kekasih dan pernikahan, pendidikan, serta mungkin dapat bertambah lagi persoalannya.
Setiap levelitas kehidupan pasti menunjukkan masalahnya masing-masing. Seperti hukum kepuasan (dalam ekonomi) saja, saat mencapai titik kulminasinya maka akan kembali datar dan semakin berkurang kepuasan kita. Mapan melihat kaya dan berdiri diatas si miskin, kaya melihat konglomerat, begitu seterusnya jalur vertikal yang tak kunjung henti. Masing-masing memiliki keinginan yang tak pernah terpuaskan, juga sama-sama diliputi kebimbangan pada hal-hal yang lazim seperti disebutkan diatas.
Menjadi seseorang yang lazim seperti kebanyakan orang mungkin syarat dimana kebimbangan kita sidah terjawab. Misal dalam umur 22 tahun seharusnya sudah selesai kuliah dan beranjak ke 23 tahun sudah memulai pekerjaan, di umur 25 sudah lumayan mapan dan umur 27 sudah memulai rumah tangga, umur 30 sudah stabil dan memupuk konsistensi hidup. Kalau dalam beberapa materi motivasi justru kita diajarkan untuk menjadi berbeda dan bukan menjadi kebanyakan orang pada umumnya. Misal saat kuliah kita sudah bisa menjadi pengusaha yang sukses, mempunyai mimpi yanag besar dan pantang menyerah. Membuat orang-orang dan lingkungan sekitar menjadi magnet yang dapat mendukung setiap cita-cita besar kita (mengutip; The power of attraction).
Menjalankan hidup apa adanya dapat menjadi salah atau tidak tergantung pada penilaian dan penyikapan atas apa yang ada di depan mata. Saat ini -mudah-mudahan tidak salah- saya beserta teman-teman yang lain berusaha memecah kebimbangan atas persoalan kelaziman hidup dan juga berupaya menjadi yang tak biasa. optimis melalui setiap proses dengan keyakinan, jangan pernah menyerah pada kondisi objektif.
Setiap levelitas kehidupan pasti menunjukkan masalahnya masing-masing. Seperti hukum kepuasan (dalam ekonomi) saja, saat mencapai titik kulminasinya maka akan kembali datar dan semakin berkurang kepuasan kita. Mapan melihat kaya dan berdiri diatas si miskin, kaya melihat konglomerat, begitu seterusnya jalur vertikal yang tak kunjung henti. Masing-masing memiliki keinginan yang tak pernah terpuaskan, juga sama-sama diliputi kebimbangan pada hal-hal yang lazim seperti disebutkan diatas.
Menjadi seseorang yang lazim seperti kebanyakan orang mungkin syarat dimana kebimbangan kita sidah terjawab. Misal dalam umur 22 tahun seharusnya sudah selesai kuliah dan beranjak ke 23 tahun sudah memulai pekerjaan, di umur 25 sudah lumayan mapan dan umur 27 sudah memulai rumah tangga, umur 30 sudah stabil dan memupuk konsistensi hidup. Kalau dalam beberapa materi motivasi justru kita diajarkan untuk menjadi berbeda dan bukan menjadi kebanyakan orang pada umumnya. Misal saat kuliah kita sudah bisa menjadi pengusaha yang sukses, mempunyai mimpi yanag besar dan pantang menyerah. Membuat orang-orang dan lingkungan sekitar menjadi magnet yang dapat mendukung setiap cita-cita besar kita (mengutip; The power of attraction).
Menjalankan hidup apa adanya dapat menjadi salah atau tidak tergantung pada penilaian dan penyikapan atas apa yang ada di depan mata. Saat ini -mudah-mudahan tidak salah- saya beserta teman-teman yang lain berusaha memecah kebimbangan atas persoalan kelaziman hidup dan juga berupaya menjadi yang tak biasa. optimis melalui setiap proses dengan keyakinan, jangan pernah menyerah pada kondisi objektif.