Selasa, 15 Desember 2015

Memandangi hidup


Obrol mengobrol dengan tukang ojek diperjalanan menuju travel ke bandung. Dia tanya, mau kemana pak? ke bandung, kuliah. Wah hebat ya pak? hehe, biasa aja bang tinggal masuk kelas ntar juga lulus, sama aja seperti sekolah, semua orang juga bisa. Yang ngga mau lanjut kuliah paling problemnya cuma pilihan aja, males atau ngga punya duit. Lah bapak duitnya banyak dong? engga bang, saya kuliah dibayarin. hihi. Lanjut, tukang ojeknya curhat: Bapak beruntung ya, hidup saya mah susah! heuheu, saya jawab aamiin (dalem hati, gue juga biasa hidup susah).

Minggu, 31 Mei 2015

Jangan dipaksa!

Paksa, memaksa, dan dipaksa, konotasinya negatif. Bisa juga sih jadi positif seperti memaksakan diri untuk menjadi pintar, dipaksa menyelesaikan kewajiban, dan dipaksa makan bakso. haha. memaksa berarti mengharuskan seseorang/diri sendiri untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan kita, biasanya disertai ancaman atau akibat yang buruk jika ngga dikerjakan. Jadi konotasinya tetap negatif, karena dikerjakan dengan keterpaksaan.
Kata 'paksa' sendiri kadarnya sudah paling tinggi dalam kata imperatif, kira-kira serumpun dengan menyuruh, minta tolong, harapan, dan memberi pengertian. Kita ngga bisa memaksa orang lain untuk berbuat baik kepada kita, kita juga ngga bisa memaksa orang lain untuk bertindak sebagaimana ukuran baik menurut kita, lebih dari itu kita ngga bisa memaksa orang lain untuk meminta maaf kepada kita. Paling mungkin kita hanya bisa menunjukkan/menyampaikan pesan bahwa kita tidak suka

Selasa, 26 Mei 2015

Era Sosmed Coy

Saat main futsal kemarin bareng temen-temen, saya ditanya "bang aki kok ngga punya path, bikin dong". Wew, sekarang udah era sosmed (sosial media) coy, masa ngga punya akun path! minimal klo lu jadi anak gaul, punya akun facebook. Trus, twitter dengan posting diatas 10 ribu, akun-akun sosmed lain semisal path dan instagram.

Disamping sosmed, layanan chatting minimal yang harus punya bbm & whatsapp. sisanya ada wechat dan line. Era sosmed dengan sebutan " Generasi nunduk" -kebiasaan kepala selalu nunduk mantengin ponsel- merupakan era dimana derasnya arus informasi yang masuk ke otak kita, seolah-olah menjadi ketergantungan. Kala ngga ada aktivitas atau lawan bicara, sebisa mungkin kita cari cara untuk bisa nunduk, sekedar baca feed berita, lihat/posting update status, dan chattingan.

Jumat, 22 Mei 2015

The Power of Kepepet

Kita menjadi ‘bisa’ karena kepepet, dan kita pasti akan belajar kalau kepepet menjelang ujian. Apakah belajar atau menyelesaikan suatu pekerjaan itu nunggu kepepet? Bisa ya bisa ngga. Pertama, Saran saya sih jangan nunggu kepepet (deadline) agar kita bisa menikmati proses kerja kita dan menikmati proses belajar kita sehingga kita dapat memahami secara substansial apa yang kita kerjakan. Ketika sudah paham substansi tersebut, jika pekerjaan atau soalnya dibolak-balik dan dimodifikasi maka dengan mudah kita bisa menyelesaikannya. Selanjutnya, Kita bisa menyelesaikan tugas, pekerjaan, dan belajar menjelang kepepet. Yang ini saya tidak sarankan, walaupun saya juga masih sering seperti ini. Biasanya ada aja alasan untuk menunda pekerjaan dengan alasan malas, sedang ngga mood, ngga ngerti, kurang interest, terbentur dengan kesibukan lain, dan segudang problem yang lain.

Minggu, 17 Mei 2015

Suri Tauladan

Suri tauladan merupakan sosok yang dapat kita jadikan contoh untuk berperilaku, tentunya perilaku yang baik. Seperti pelajaran di madrasah dahulu, bahwa suri tauladan yang paling baik adalah Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad itu sosok ideal sebagai seorang manusia, bagaimana beliau mengatasi masalah, bagaimana beliau memperlakukan seseorang, bagaimana beliau mengajarkan ketaatan, sampai seluruh aspek kehidupan.

Buat saya, mungkin kita, orang-orang terdekatlah yang sesungguhnya menjadi suri tauladan atau sosok yang dapat kita jadikan contoh untuk membentuk karakter. Tidak heran ada istilah jika ingin melihat sifat seseorang, maka lihatlah teman-teman bermainnya, sifatnya tidak jauh berbeda. Lingkungan memang mengkonstruksi secara dominan mindset seseorang untuk berperilaku dan memiliki kecenderungan untuk melakukan sesuatu, selain tiap-tiap orang juga unik dan memiliki independensi sendiri untuk berpikir, makanya kadang ada istilah orang sukses dan ngga sukses dalam satu lingkungan tertentu.

Saat seorang bayi baru terlahir, sosok utama yang menjadi figur sentral adalah orang tuanya dan orang-orang yang merawatnya. Dengan mata, hati, dan telinga, kita belajar banyak hal dan menjadikannya sebagai suri tauladan. Sampai saat ini, orang tua-lah yang tetap menjadi figur bagi saya, selain setiap orang silih berganti yang ada di lingkungan saya jadikan figur. Misal, saya tidak akan melupakan jasa terbesar Bapak saya yang selalu mengingatkan saya untuk menjadi manusia yang baik. Seringkali saya pulang larut malam atau masih sibuk dengan laptop, namun dibuat malu dengan melihat beliau selalu solat malam & senantiasa mendoakan anak-anaknya.

Tanpa kita sadari, dengan melepaskan keegoisan maka kita dapat terpengaruh untuk mengerjakan sesuatu seperti yang orang lain kerjakan, bukan seperti yang kita kerjakan sebelumnya. Saya belajar ketekunan pada teman A, saya belajar bersikap konsisten pada teman B, saya belajar bersikap tenang dalam kompleksitas masalah pada teman C, dan banyak sekali hingga tak terhitung saya banyak belajar. Kalau kita merasa belum cukup belajar dari lingkungan kita sendiri, mungkin bisa ikut kelas motivasi seperti mario teguh atau merry riana.

Jadi siapa-siapa saja yang jadi suri tauladan kamu?

Sabtu, 16 Mei 2015

Kurang piknik..!!!

Orang yang bekerja terus menerus, pikirannya cuma kerjaan, pokoknya all-out soal kerjaan, disebut dengan frasa "kurang piknik" oleh teman saya, yulis. Yup, mungkin kita butuh rekreasi dalam berbagai bentuk, termasuk piknik, untuk menyegarkan jasmani & rohani. hehe.

Manusia emang bukan robot. Kita butuh kehidupan yang bervariasi, punya keluarga, teman, saudara, bukan cuma bekerja. Robot aja butuh rehat buat nge-charge dan maintenance. Sempet keluar selentingan 'kerja melulu, kayak mau pergi haji aja'. Mungkin maksudnya nyari duitnya gesit amat. haha. Namun adakalanya saat tidak bekerja malah menjadi stres, karena pekerjaan itu menjadi hobi, sehingga menyalurkan hobi berarti juga rekreasi (ehm...).

Kurang piknik itu bisa merupakan kondisi atau dikondisikan. Kalau merupakan kondisi biasanya kita menjadi follower dan pada akhirnya kita dapat teralienasi oleh pekerjaan kita sendiri. Terseret dalam siklus kesibukan yang bukan menjadi pilihan itu sungguh menyiksa (halah), tapi kita tetap harus berusaha menyukai pekerjaan itu. Kedua, kurang piknik sebaiknya dikondisikan oleh kita, dalam artian kita yang memunculkan kesibukan itu dan biarlah yang lain menjadi follower.

Dalam kondisi saat ini, saya merasakan piknik yang bertubi-tubi, tapi itu tidak menyelesaikan masalah. Karena selama kita masih hidup, kita harus terus menciptakan masalah dan menyelesaikannya. Pada dasarnya manusia itu bukan makhluk yang akan merasa cukup. Teruntuk sahabat yang mengingatkan saya akan pentingnya piknik, saya mengucapkan terima kasih yangg sebesarnya. Nademkra..!!!

Kamis, 14 Mei 2015

Obrolan dengan pengemudi taksi

Di kota besar seperti jakarta, taksi seperti kebutuhan primer bagi para pekerja, mungkin yang berpenghasilan menengah ke atas. Tapi klo untuk berpenghasilan seadanya seperti saya, sewaktu-waktu aja kalau ngga mungkin naik angkutan umum seperti ke bandara, perjalanan dini hari, atau sudah larut malam. Armada taksi jumlahnya juga semakin banyak dari waktu ke waktu.

Dosen saya pernah bilang bahwa naik taksi itu justru lebih efisien dibandingkan memiliki mobil pribadi. Misalkan perjalanan dari tanjung priok ke kelapa gading, dengan duduk manis saya cukup membayar 50 ribu rupiah. Jika menggunakan mobil pribadi dengan konsumsi bensin yang lebih kecil sebesar 20 ribu rupiah, ada lagi biaya tersembunyi lebih besar yang melekat seperti biaya perawatan mobil, biaya depresiasi (penyusutan) nilai mobil, dan biaya capek nyupir, hehe.

Tiap naik taksi, saya selalu menyempatkan untuk ngobrol dengan pengemudinya. Menghilangkan bosan di jalan sekaligus menggali pengalaman masing-masing pengemudi. Armada taksi biasanya dikasih kode yang menunjukkan pool/lokasi asal. Mungkin penting kita lihat dan mengingatnya, jaga-jaga kalau ada sesuatu yang tidak diinginkan atau mau komplain. Basa-basi, kita bisa tanya shift pagi/malam pak? dan seterusnya-dan seterusnya.

Banyak saya temui pengemudi yang mengatakan bahwa profesinya bukanlah suatu pilihan utama, tapi alternatif dari berbagai pekerjaan yang pernah dilaluinya seperti mengemudi truk, bis, atau pribadi, juga pengusaha besar dan kontraktor. Dengan taksi, mereka lebih bebas dan bisa mengais lebih banyak uang kalau sabar dan rajin. Mengemudi sepanjang hari memang pekerjaan melelahkan, namun sebanding juga dengan penghasilannya walaupun mereka mengaku saat ini persaingannya ketat dengan semakin banyaknya armada dan selisih bensin-setoran tidak sebesar 2-3 tahun lalu.

Mengemudi taksi resikonya juga tinggi. Aktivitas duduk secara terus menerus juga berisiko berbagai penyakit seperti diabetes & gagal ginjal, makanya banyak pengemudi yang sedia air mineral botol besar disebelah setir. Selain risiko kesehatan, risiko kecelakaannya juga tinggi. Ngga jarang kita lihat berita pengemudi taksi kecelakaan di jalan tol. Terakhir, risiko keamanan. Dengan membawa uang setoran yang banyak, mengundang para penjahat buat ngerampok.

Kebutuhan ekonomi yang besar dan instan menjadi motif yang banyak dimiliki pengemudi taksi, selain susahnya mencari pekerjaan di kota besar. Kita bisa lihat di setiap pool taksi selalu ada lowongan pengemudi, asalkan bisa nyupir dan punya SIM. Maka banyak juga saya temui pengemudi yang sebelumnya berpindah-pindah penyedia taksi.

Salut buat pengemudi yang sabar dan ramah dalam berkomunikasi dengan penumpang. Selamat berjuang di tengah ganasnya jalanan ibu kota.

Selasa, 12 Mei 2015

Definisi yang saya pahami

Definisi itu sebuah istilah untuk menggambarkan 'sesuatu', baik fisik maupun non fisik, juga setiap hal yang memiliki nama dapat didefinisikan. Misalnya mata adalah organ tubuh untuk melihat. Mata dapat dispesifikkan lagi menjadi organ tubuh yang terdiri dari kornea, pupil, lensa, dan seterusnya. Dari definisi tersebut sesungguhnya definisi juga dapat membatasi 'sesuatu' tersebut sehingga unsur-unsur yang tidak terdapat dalam mata bukan merupakan bagian dari mata seperti bulu mata dan alis.

Definisi sesungguhnya dapat berubah dan diperluas batasan definisinya. Misalnya pada masa yang akan datang mata tidak hanya berfungsi untuk melihat tapi juga dapat memberikan perintah, maka definisi mata dapat diperluas menjadi organ tubuh yang dapat melihat dan memberikan perintah. Atau pada masa yang akan datang mata sudah tidak dapat digunakan untuk melihat karena ekosistem alam yang berubah mempengaruhi fungsi mata, maka mata itu akan didefinisikan dengan berbeda.

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, definisi atas 'sesuatu' bisa saja selalu berkembang. Terutama setiap hal yang bersifat buatan (bukan alamiah). Misalnya kita mendefinisikan selular (telepon genggang) dengan berbeda-beda seiring dengan perkembangan waktu dan teknologi yang menyertainya, sehingga batasan-batasan dalam definisi tersebut semakin luas.

Definisi sebenarnya menggambarkan sebuah sistem. Karena apapun yang memiliki 'nama' pastilah sebuah sistem, karena sistem itu sendiri terdiri dari subsistem-subsistem. Subsistem sendiri sebenarnya adalah sistem karena dia memiliki subsistem-subsistem juga di dalamnya, dan seterusnya sampai pada subsistem terkecil. Subsistem terkecil yang kita yakini apakah benar tidak memiliki subsistem-subsistem lagi di dalamnya? belum tentu, karena manusia memiliki keterbatasan dalam melihat dan mendeskripsikan sesuatu.

Kamis, 07 Mei 2015

Naik Travel Jakarta-Bandung

Sumber gambar: http://www.travelhendros.com

Jakarta-Bandung serasa deket semenjak ada tol cipularang, katanya sih begitu. Kira-kira bisa ditempuh 2-3 jam perjalanan kalau lancar. Kalau macet mungkin bisa 5-7 jam. Perjalanan Jakarta-Bandung menjadi rutinitas mingguan gw dalam 3 bulan terakhir, semenjak kuliah di Bandung. Kuliah itu memang melelahkan sekaligus menyenangkan, hehe. Cuma kali ini pengen curhatnya bukan soal kuliah, tapi pengalaman perjalanan Jakarta-Bandung pake Travel.

Travel Jakarta-Bandung banyak banget, ada Cititrans, Baraya, Xtrans, Cipaganti, Daytrans, Bimotrans, dan masih banyak lagi yang gw juga ngga tau namanya. Kalau dari sisi tarif, mungkin yang paling mahal (berurutan): Cititrans, Cipaganti, Daytrans, Bimotrans, Xtrans, dan yang paling murah Baraya. Dari yang disebut barusan, cuma Bimotrans dan Cipaganti yang belum pernah ikut, maklum ngga semua travel bertujuan ke Jakarta utara dan sekitarnya (rumah gw).

Rute Kelapa Gading (atau terdekat) - Bandung.
  • Cititrans yang paling mahal, 135 ribu (baru naik tarifnya, sebelumnya 115 ribu), pelayanannya oke, jadwal keberangkatannya tiap jam, armadanya juga bagus, bangkunya nyaman. Cuma untuk ukuran mahasiswa tarifnya... hadeuh. 
  • Daytrans. Pernah naik sekali dari bandung, 115 ribu. Jalannya lelet, tujuan atrium senen keluar tolnya malah di pondok gede.
  • Cipaganti belum pernah, destinasi bandung ngga nyampe dipati ukur/surapati, cuma di Pasteur (gw kuliah di Jl Surapati). Bimotrans juga belum pernah, sepertinya ngga ada yang ke Jakarta Utara/Pusat.
  • Xtrans. 100 ribu (umum), 90 ribu (mahasiswa dll). Menurut gw ini travel paling moderat. Fasilitasnya ngga bagus-bagus amat tapi ngga jelek-jelek amat.
  • Baraya. 85 ribu (umum), 70 ribu (mahasiswa). Ini travel idola para mahasiswa, udah gitu ada paket Pulang-Pergi 110 ribu (ketentuan berlaku). Harga oke, jadwal keberangkatan agak meleset, bangkunya kurang nyaman.
Pilihan naik travel tergantung kebutuhan dan tingkat kepuasan. Kalau jarang-jarang ke Bandung, atau tugas kantor mending naik Cititrans, nyaman. Kalau rutin Xtrans menarik juga, dan kalau dompetnya udah makin tipis bisa naik Baraya. Hehe.

Kamis, 26 Maret 2015

Ketergantungan


 Manusia katanya makhluk sosial, ngga bisa hidup sendiri. Dalam konteks sosial berarti kita membutuhkan orang lain untuk berbagai urusan, begitu sebaliknya. Karena tidak bisa hidup sendiri kita pasti memiliki ketergantungan pada banyak hal kepada orang lain. Ketergantungan tersebut juga bukan hanya dengan orang lain, tapi bisa juga dengan alat atau apapun namanya untuk membantu kita melakukan sesuatu. Kalau dilihat dari definisi sih ketergantungan itu dimana seseorang belum bisa memikul tanggung jawabnya sendiri, sehingga dia butuh pertolongan. Misalnya saat ingin makan kita butuh piring, saat ingin kuliah kita butuh dosen yang mengajar kita, saat ingin bepergian kita butuh kendaraan, dan seterusnya dan seterusnya.

Ketergantungan kita pada sesuatu juga merupakan pilihan, dan berbagai pilihan tersebut biasanya mengikuti perkembangan zaman. Misal, bisa saja kita tidak bergantung pada handphone untuk menelpon teman, tapi menggunakan telepon umum. Sekarang kan sudah susah nyari telepon umum. Jika kita mundur 20 tahun yang lalu misalnya, jangankan handphone, telepon saja masih mahal, sehingga lebih sering bertatap muka untuk bisa menghubungi teman. Namun jika kita membayangkan 20 tahun kemudian, bisa jadi sudah tidak ada handphone, tapi bodyphone, alat komunikasi super kecil yang bisa ditempelkan di tubuh kita. Jadi kita semacam gps yang muter keamana-mana (halah).

Saat ini saya memiliki ketergantungan yang berlebihan dengan laptop, handphone, dan kaca mata. Jika salah satu dari barang itu ngga saya pakai atau bawa, rasanya seperti gimana gitu, ada yang kurang (hehe). Bagi yang ketergantungan lifestyle dia akan selalu ngupdate trend fashion terbaru, gadget terbaru, dan tempat nongkrong yang lagi rame. Ketergantungan katanya yang bisa bikin gagal move-on sama mantan pacar, deuh.

Ketergantungan juga bisa dianalogikan seperti pasar, ada penawaran (supply) dan permintaan (demand). Diawali dari kebutuhan, kemudian penjual menciptakan kebutuhan itu, bisa sebaliknya penjual membuat sesuatu yang menjadikan itu sebagai kebutuhan, kalo bahasa ekonominya supply creates demand. Untuk contoh pertama misal, kebudayaan membentuk masyarakat Indonesia memakan beras, maka dari permintaan kolektif atas beras akan bermunculan yang jualan beras. Kalo contoh selanjutnya, sebelum ada handphone, kita ngga butuh, tapi begitu launching kita kok jadi butuh.

Udah dulu ya segitu, mungkin ada yang mau nambahin.

Rabu, 25 Februari 2015

Peralihan



Hidup kita terus bergulir dan beralih. Dari kecil menjadi dewasa, tumbuh menjadi tua sampai akhirnya mati, itu mungkin bisa disebut peralihan alamiah. Kalo kata om Sutrisno Bachir hidup itu perbuatan, atau biasa kita dengar bahwa setiap perbuatan kita adalah pilihan. Pilihan untuk naik angkot atau taksi, pilihan untuk sekolah atau bekerja, itu mungkin bisa disebut peralihan pilihan, yang memang diputuskan. Kita pasti harus membuat keputusan, bahkan tidak memutuskan itu juga sebuah keputusan (halah), karena masing-masing memiliki implikasinya sendiri. Setiap orang bebas memilih keputusan hidupnya, tapi dia ngga bisa memastikan ekses dari keputusannya itu.

Kata dosen saya, hidup itu cuma soal perpindahan kecemasan. Setiap orang tidak pernah berhenti untuk cemas pada setiap peralihannya. Misal, saat kuliah cemas akan kelulusan. Setelah lulus timbul kecemasan baru, yakni soal pekerjaan. Setelah bekerja kecemasannya beralih, kapan nikah. dan seterusnya dan seterusnya.

Enaknya sih pada setiap peralihan dengan 'kecemasan' bawaannya merupakan pilihan kita yang terbaik, paling tidak sudah dipertimbangkan. Menjalankan pilihan dengan keterpaksaan seperti menambah beban yang semakin berat dari waktu ke waktu. Ibarat berjalan mengangkut batu, setiap hari ditambahkan bobotnya dipundak kita. Pilihannya adalah berusaha menikmati sebagai hobi atau beralih pada pilihan lain. Tapi inget, jangan buang sepatu lama sebelum dapet sepatu baru. Jadi kalau ngga betah kerja, sebisa mungkin dapet kerjaan yang baru dahulu.

Bahasa sosialnya kurang lebihnya, jangan sampai kita teralienasi dalam dunia kita sendiri. Berpikir postif itu penting, berdoa juga, berusaha, dan jangan lupa bermimpi. Selamat membuat pilihan taktis dan pilihan strategis, semoga setiap peralihannya membawa manfaat.

Kamis, 01 Januari 2015

Nyerobot


Paling ngga enak kalau udah sabar ngantri panjang trus ada yang nyerobot. Cuma kadang ada kepuasan tersendiri justru saat kita yang berhasil nyerobot. Nah loh... dah jadi budaya dong! Hehe. Nyerobot itu versi jeleknya dari kata 'nyalip' atau 'mendahului'. Nyalip atau mendahului itu biasanya diperbolehkan dan disediakan jalur tersendiri, jadi ngga saling merugikan, misal di jalan tol kalau mau nyalip silahkan ambil jalur kanan, atau seperti: maaf ya saya mendahului lulus kuliah duluan.

Bebek aja bisa ngantri, masa manusia ngga bisa? Justru kalau manusia ngantri nanti seperti bebek. Eh maaf, maksudnya masa manusia kalah sama bebek. Ngantri itu budaya, nyerobot juga budaya. Budaya dibentuk oleh sistem sosial, kalau sistem sosialnya udah makin jelek mungkin bisa diberesin pake sistem formal yang mengikat. Misal untuk menghapus praktek penyerobotan antrian secara liar, digunakanlah sistem pengambilan nomer urut seperti di bank atau tempat bayar listrik. Pengambilan nomer urut seperti itu ngga berlaku kalau kita belanja di warung, beli nasi uduk, apalagi kalau udah di pasar.

Di jakarta atau kota besar lainnya, macet udah jadi makanan sehari-hari. Suasana macet yang begitu parah biasanya bikin stres dan makin ruwet yang memicu pengendara motor saling srobot. Emang jumlah motor banyaknya ngga kira-kira kalau lagi macet sih. Namun rekor untuk penyerobot terhebat menurut gw adalah kaum ibu-ibu. Selalu saja ada ibu-ibu yang ganggu antrian gw saat beli nasi uduk. Kadang emosinya sampe keubun-ubun, tapi gw ngga mau kepancing dengan ribut sama tuh ibu-ibu. Ehm... Nah yang paling ribet di pasar, isinya ibu-ibu semua, ahli srobot. Bayangkan para ahli berkumpul saling adu skill, hahaha. Yang paling mantep justru pedagangnya, dia hafal mana yang dateng duluan untuk dilayani, atau kalau dia lupa dengan jutek dia nanya "siapa yang dateng duluan?".

Ya sudah. Yuk ngantri yuk. Piss love n gaul.
Diberdayakan oleh Blogger.

My Instagram