Tujuan utama dari sebuah entitas atau organisasi adalah kelangsungan hidup atau going concern, sehingga pengukuran kinerja menjadi penting apakah organisasi sudah berjalan sebagaimana mestinya. Kinerja merupakan hasil pelaksanaan suatu pekerjaan baik bersifat fisik ataupun material dan non fisik atau non material (Cantika, 2005:114). Pada beberapa tahun terakhir, disadari bahwa ukuran kinerja keuangan (traditional financial measures) yang digunakan oleh instansi untuk mengukur kinerja tidak lagi memadai, karena ukuran kinerja keuangan mengandalkan informasi yang dihasilkan dari sistem akuntansi berfokus keuangan mengakibatkan organisasi lebih memfokuskan pada perwujudan kinerja jangka pendek.
Sistem
pengukuran kinerja secara terintegrasi dapat dilakukan melalui pilihan model,
seperti: Integrated Performance
Measurement System (IPMS), SMART System, dan Balanced Scorecard. Menurut Wibowo (2007: 338) terdapat empat
pendekatan berbeda yang dapat dipakai untuk mengukur kinerja organisasi yaitu: a balanced scorecard, the european
foundation for quality management, economic value added, dan traditional financial measures.
Pengukuran
kinerja yang saat ini digunakan oleh instansi pemerintahan menggunakan LAKIP
(Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah). Pengukuran tersebut fokus
pada presentase perbandingan perencanaan dengan realisasi anggaran dikaitkan
dengan jumlah output, sehingga pertimbangan konten yang meliputi kualitas,
kuantitas, dan ketepatan prosedur menggunakan kaidah efektif, efisien, dan
ekonomis tidak digunakan. Konsep balanced
scorecard dapat dijadikan alternatif pengukuran kinerja instansi, sehingga
diharapkan ukuran-ukuran kinerja yang tercakup dalam balanced scorecard dapat melengkapi ukuran-ukuran kinerja yang
selama ini digunakan satuan kerja di lingkungan pemerintahan.
Balanced
scorecard menerjemahkan sebuah misi dan strategi organisasi ke dalam kerangka
kerja pengukuran strategi dan sistem manajemen (Norton dan Kaplan, 1996: 2). Konsep
balanced scorecard dikembangkan oleh
Robert S. Kaplan dan David P. Norton yang berawal dari studi tentang pengukuran
kinerja di sektor bisnis pada tahun 1990-an. Balanced scorecard terdiri dari dua kata: (1) kartu skor
(scorecard) dan (2) berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang
digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja suatu organisasi atau skor
individu. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak
diwujudkan di masa depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan
organisasi/individu di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja
sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas
kinerja organisasi/individu yang bersangkutan. Kata berimbang dimaksudkan untuk
menunjukkan bahwa kinerja organisasi/individu diukur secara berimbang dari dua
aspek: keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, internal
dan eksternal.
Balanced scorecard
memungkinkan suatu organisasi untuk menyesuaikan proses manajemen dan
memfokuskan organisasi keseluruhan pada implementasi strategi jangka panjang balanced scorecard. Selain memberikan
kerangka untuk pengaturan implementasi strategi, bisa juga memungkinkan
strategi sendiri untuk berkembang sebagai respon terhadap perusahaan dalam visi,
misi, dan strategi oranisasi memimpin tujuan dan pengukuran dalam balance
scorecard dapat dilihat dari 4 (empat) perspektif, antara lain:
1. Perspektif
keuangan (Financial perspective).
Menjelaskan
apakah penggunaan dana telah sesuai dengan yang diharapkan masyarakat. Untuk
instansi pemerintah yang sifatnya “tidak mencari laba’, maka perspektif
finansialnya berbeda dengan perusahaan yang bersifat komersial, yakni bagaimana
mengeluarkan biaya yang efektif dan efisien, artinya apakah biaya yang
dikeluarkan sudah proposional dengan output dan outcome yang dihasilkan.
2. Perspektif
pelanggan (Costumer perspective).
Menjelaskan
bagaimana cara memenuhi kepuasan stakeholders
yakni pemerintah dan masyarakat yang berhubungan langsung dengan kinerja
instansi melalui pelaksanaan kegiatan yang berkualitas, selanjutnya bagaimana
memberi manfaat kepada stakeholders serta
bagaimana proses yang dilakukan untuk memenuhi kondisi tersebut.
3. Perpektif
proses bisnis internal (Internal business
process perspective).
Perspektif
ini menekankan perlunya meningkatkan strategi internal, antara lain proses
perbaikan sistem dan prosedur pengelolaan administrasi, perbaikan pengambilan
keputusan, komunikasi dengan pegawai, pengendalian biaya yang lebih baik, serta
peningkatan metode dan teknologi yang digunakan untuk peningkatan pelayanan stakeholders.
4. Perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan (Learning
and growth perspective).
Perpektif
ini menekankan bahwa keberhasilan inovasi, pembelajaran, dan pertumbuhan akan
tercapai melalui penelitian dan pengembangan, penggunaan teknologi baru serta
peningkatan karir dan pelatihan.
1. Perumusan
Strategi
Tahap
ini ditujukan untuk menghasilkan misi, visi, keyakinan dan nilai dasar, dan
tujuan institusi. Proses perumusan strategi dilakukan secara bertahap, yaitu:
analisis eksternal, analisis internal, penentuan jati diri, dan perumusan
strategi itu sendiri.
2. Perencanaan
Strategis
Perencanaan
strategis meliputi proses penentuan sasaran, tolok ukur, target dan inisiatif.
3. Penyusunan
Program
Proses
penyusunan program adalah: menjabarkan inisiatif menjadi beberapa program yang akan
dilaksanakan beberapa tahun yad., memperkirakan investasi yang diperlukan untuk
setiap program, menghitung perkiraan penerimaan yang dapat diperoleh dan
menghitung perkiraan laba/hasil yang akan diperoleh.
4. Penyusunan
Anggaran
Penyusunan
anggaran bertujuan untuk menentukan kegiatan tahun berikutnya dan sumber daya
yang diperlukan. Anggaran disusun berdasarkan iniatif yang telah dirumuskan.
Anggaran yang baik adalah: merupakan rencana tindakan terperinci, merupakan
rencana satu-dua tahunan, menguraikan biaya yang diperlukan, mengidentifikasi
pencapaian terpenting kegiatan tsb., menyebutkan siapa yang akan bertanggung
jawab, sebagai referensi menyusun rencana kinerja individual, ditulis secara
singkat namun lengkap, alat untuk memantau kinerja dan diperbarui apabila terjadi
perubahan-perubahan. Dengan demikian balanced scorecard mendukung suatu sistem
manajemen yang lengkap dengan mengkaitkan strategi jangka panjang ke
penganggaran tahunan.
5. Implementasi
Tahap
ini melaksanakan kegiatan sesuai rencana.
6. Pemantauan
dan Pengendalian
Tahap
ini membandingkan kinerja dengan target. Berbagai kemungkinan hasil adalah
berhasil, gagal, dan variasi diantara keduanya. Prinsip umum dalam pemantauan
adalah mengukur kinerja, membandingkan kinerja, melakukan tinjauan ulang, memberi penghargaan dan mengidentifikasi
hasil yang dicapai, mempelajari pengalaman, menyesuaikan dan menyegarkan strategi, dan melakukan
perbaikan. Pemantauan harus diikuti dengan pengendalian. Jenis-jenis
pengendalian: pengendalian premis/asumsi dasar, pengendalian implementasi,
pengawasan strategis, dan pengendalian berdasarkan sinyal-sinyal khusus.
Pengendalian dapat lebih mudah dilakukan dengan menggunakan balanced scorecard
karena tolok ukurnya sudah diperjelas. Ukuran penilaian adalah sebagai berikut:
- Sangat Berhasil 91 s.d 100
- Berhasil 76 s.d 90
- Cukup Berhasil 60 s.d 75
- Kurang Berhasil 45 s.d 59
- Tidak Berhasil Di bawah 45
Referensi
Cantika,
Yuli, 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Penerbit Universitas Muhammadiyah, Malang.
Darwanto,
Herry. 2009. Balanced Scorecard Untuk
Organisasi Pemerintah. BAPPENAS, Jakarta.
Kaplan,
Robert S. , David P. Norton. 1996. The Balanced Scorecard: Translating Strategy
Into Action. The President and Fellows of Harvard College.
Ulum
MD, Ihyaul. 2012. Audit Sektor Publik (Suatu Pengantar). PT. Bumi Aksara.
Jakarta.
Wibowo.
2007. Manajemen Kinerja. Penerbit PT
Rajagrafindo Persada, Jakarta.
0 Comments:
Posting Komentar