Minggu, 14 Agustus 2016

Pengukuran Kinerja Menggunakan Balanced Scorecard pada Instansi Pemerintah


Tujuan utama dari sebuah entitas atau organisasi adalah kelangsungan hidup atau going concern, sehingga pengukuran kinerja menjadi penting apakah organisasi sudah berjalan sebagaimana mestinya. Kinerja merupakan hasil pelaksanaan suatu pekerjaan baik bersifat fisik ataupun material dan non fisik atau non material (Cantika, 2005:114). Pada beberapa tahun terakhir, disadari bahwa ukuran kinerja keuangan (traditional financial measures) yang digunakan oleh instansi untuk mengukur kinerja tidak lagi memadai, karena ukuran kinerja keuangan mengandalkan informasi yang dihasilkan dari sistem akuntansi berfokus keuangan mengakibatkan organisasi lebih memfokuskan pada perwujudan kinerja jangka pendek.
Sistem pengukuran kinerja secara terintegrasi dapat dilakukan melalui pilihan model, seperti: Integrated Performance Measurement System (IPMS), SMART System, dan Balanced Scorecard. Menurut Wibowo (2007: 338) terdapat empat pendekatan berbeda yang dapat dipakai untuk mengukur kinerja organisasi yaitu: a balanced scorecard, the european foundation for quality management, economic value added, dan traditional financial measures.
Pengukuran kinerja yang saat ini digunakan oleh instansi pemerintahan menggunakan LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah). Pengukuran tersebut fokus pada presentase perbandingan perencanaan dengan realisasi anggaran dikaitkan dengan jumlah output, sehingga pertimbangan konten yang meliputi kualitas, kuantitas, dan ketepatan prosedur menggunakan kaidah efektif, efisien, dan ekonomis tidak digunakan. Konsep balanced scorecard dapat dijadikan alternatif pengukuran kinerja instansi, sehingga diharapkan ukuran-ukuran kinerja yang tercakup dalam balanced scorecard dapat melengkapi ukuran-ukuran kinerja yang selama ini digunakan satuan kerja di lingkungan pemerintahan.
Balanced scorecard menerjemahkan sebuah misi dan strategi organisasi ke dalam kerangka kerja pengukuran strategi dan sistem manajemen (Norton dan Kaplan, 1996: 2). Konsep balanced scorecard dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton yang berawal dari studi tentang pengukuran kinerja di sektor bisnis pada tahun 1990-an. Balanced scorecard terdiri dari dua kata: (1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja suatu organisasi atau skor individu. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan organisasi/individu di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja organisasi/individu yang bersangkutan. Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja organisasi/individu diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, internal dan eksternal.
Balanced scorecard memungkinkan suatu organisasi untuk menyesuaikan proses manajemen dan memfokuskan organisasi keseluruhan pada implementasi strategi jangka panjang balanced scorecard. Selain memberikan kerangka untuk pengaturan implementasi strategi, bisa juga memungkinkan strategi sendiri untuk berkembang sebagai respon terhadap perusahaan dalam visi, misi, dan strategi oranisasi memimpin tujuan dan pengukuran dalam balance scorecard dapat dilihat dari 4 (empat) perspektif, antara lain:
1.    Perspektif keuangan (Financial perspective).
Menjelaskan apakah penggunaan dana telah sesuai dengan yang diharapkan masyarakat. Untuk instansi pemerintah yang sifatnya “tidak mencari laba’, maka perspektif finansialnya berbeda dengan perusahaan yang bersifat komersial, yakni bagaimana mengeluarkan biaya yang efektif dan efisien, artinya apakah biaya yang dikeluarkan sudah proposional dengan output dan outcome yang dihasilkan.
2.    Perspektif pelanggan (Costumer perspective).
Menjelaskan bagaimana cara memenuhi kepuasan stakeholders yakni pemerintah dan masyarakat yang berhubungan langsung dengan kinerja instansi melalui pelaksanaan kegiatan yang berkualitas, selanjutnya bagaimana memberi manfaat kepada stakeholders serta bagaimana proses yang dilakukan untuk memenuhi kondisi tersebut.
3.    Perpektif proses bisnis internal (Internal business process perspective).
Perspektif ini menekankan perlunya meningkatkan strategi internal, antara lain proses perbaikan sistem dan prosedur pengelolaan administrasi, perbaikan pengambilan keputusan, komunikasi dengan pegawai, pengendalian biaya yang lebih baik, serta peningkatan metode dan teknologi yang digunakan untuk peningkatan pelayanan stakeholders.
4.    Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (Learning and growth perspective).
Perpektif ini menekankan bahwa keberhasilan inovasi, pembelajaran, dan pertumbuhan akan tercapai melalui penelitian dan pengembangan, penggunaan teknologi baru serta peningkatan karir dan pelatihan.

Balanced scorecard digunakan dalam hampir keseluruhan proses kegiatan yang meliputi enam kegiatan berikut: perumusan strategi, perencanaan strategis, penyusunan program, penyusunan anggaran, implementasi dan pemantauan (Darwanto, 2009: 3), sebagai berikut:
1.    Perumusan Strategi
Tahap ini ditujukan untuk menghasilkan misi, visi, keyakinan dan nilai dasar, dan tujuan institusi. Proses perumusan strategi dilakukan secara bertahap, yaitu: analisis eksternal, analisis internal, penentuan jati diri, dan perumusan strategi itu sendiri.
2.    Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis meliputi proses penentuan sasaran, tolok ukur, target dan inisiatif.
3.    Penyusunan Program
Proses penyusunan program adalah: menjabarkan inisiatif menjadi beberapa program yang akan dilaksanakan beberapa tahun yad., memperkirakan investasi yang diperlukan untuk setiap program, menghitung perkiraan penerimaan yang dapat diperoleh dan menghitung perkiraan laba/hasil yang akan diperoleh.
4.    Penyusunan Anggaran
Penyusunan anggaran bertujuan untuk menentukan kegiatan tahun berikutnya dan sumber daya yang diperlukan. Anggaran disusun berdasarkan iniatif yang telah dirumuskan. Anggaran yang baik adalah: merupakan rencana tindakan terperinci, merupakan rencana satu-dua tahunan, menguraikan biaya yang diperlukan, mengidentifikasi pencapaian terpenting kegiatan tsb., menyebutkan siapa yang akan bertanggung jawab, sebagai referensi menyusun rencana kinerja individual, ditulis secara singkat namun lengkap, alat untuk memantau kinerja dan diperbarui apabila terjadi perubahan-perubahan. Dengan demikian balanced scorecard mendukung suatu sistem manajemen yang lengkap dengan mengkaitkan strategi jangka panjang ke penganggaran tahunan.
5.    Implementasi
Tahap ini melaksanakan kegiatan sesuai rencana.
6.    Pemantauan dan Pengendalian
Tahap ini membandingkan kinerja dengan target. Berbagai kemungkinan hasil adalah berhasil, gagal, dan variasi diantara keduanya. Prinsip umum dalam pemantauan adalah mengukur kinerja, membandingkan kinerja, melakukan tinjauan ulang,  memberi penghargaan dan mengidentifikasi hasil yang dicapai, mempelajari pengalaman, menyesuaikan dan  menyegarkan strategi, dan melakukan perbaikan. Pemantauan harus diikuti dengan pengendalian. Jenis-jenis pengendalian: pengendalian premis/asumsi dasar, pengendalian implementasi, pengawasan strategis, dan pengendalian berdasarkan sinyal-sinyal khusus. Pengendalian dapat lebih mudah dilakukan dengan menggunakan balanced scorecard karena tolok ukurnya sudah diperjelas. Ukuran penilaian adalah sebagai berikut:
  • Sangat Berhasil     91 s.d 100
  • Berhasil                 76 s.d 90
  • Cukup Berhasil      60 s.d 75
  • Kurang Berhasil     45 s.d 59
  • Tidak Berhasil        Di bawah 45

Referensi

Cantika, Yuli, 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit Universitas Muhammadiyah, Malang.
Darwanto, Herry. 2009. Balanced Scorecard Untuk Organisasi Pemerintah. BAPPENAS, Jakarta.
Kaplan, Robert S. , David P. Norton. 1996. The Balanced Scorecard: Translating Strategy Into Action. The President and Fellows of Harvard College.
Ulum MD, Ihyaul. 2012. Audit Sektor Publik (Suatu Pengantar). PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. Penerbit PT Rajagrafindo Persada, Jakarta.

0 Comments:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

My Instagram